Selasa, 25 Agustus 2015

Quote

Cinta memang butuh perjuangan dan pengorbanan, tapi sebelum itu renungkan sejenak.
Pantaskah kita memperjuangkan Cinta itu ?
Sebandingkah pengorbanan yqng kita berikan dengan apa yang akan kita dapat?
Jika tidak, leave it and move on!

Surat Rindu untuk Ayah



Aku tahu selalu ada hikmah dari setiap kejadian
Aku sadar selalu ada pelajaran dari setiap pengalaman
Dan aku tahu akan ada perpisahan dari setiap pertemuan

Belasan tahun engkau menemani dan membimbingku
Waktu yang terbilang tidak singkat bagi orang lain
Tapi bagiku, waktu itu terasa sangatlah singkat

Andai tuhan memberi waktu yang lebih lama
Mungkin lebih banyak lagi pelajaran yang bisa aku petik darimu, ayah
Mungkin engkau mampu untuk membimbingku lebih baik dalam menapaki jalan hidup ini

Namun, aku tidak pernah menyesal jika Tuhan telah memanggilmu lebih awal
Aku tidak menyesal jika hari ini ragamu tak lagi disampingku
Karena aku tahu, engkau selalu ada untukku, ayah

Tapi aku menyesal karena aku belum bisa membanggakanmu
Aku belum bisa sepenuhnya meneladani apa yang telah engkau ajarkan
Dan jika peluh mulai menyapa, keluh kesah pun tak bisa ku tutupi

Ayah, aku belum mampu sekuat dirimu
Aku belum mampu menjadi teladan yang baik sepertimu
Kadang, ingin aku kembali menjadi anak kecil yang duduk manja dalam pangkuanmu
Yang berlindung dalam dekapan pelukmu yang hangat
Dan mendengar nasehat-nasehat darimu

Ayah, tetap do’akan akau dari sana
Do’a pun selalu ku panjatkan untukmu
Agar hati dan jiwa kita tetap dekat
Meski ruang dan waktu telah memisahkannya
Semoga Tuhan menyampaikan salam rinduku
Dalam setiap do’a yang ku panjatkan untukmu
Dan engkau pun tak kan pernah bosan menyapa dan memelukku di setiap mimpiku

Terima kasih ayah, terima kasih atas pengorbananmu
Terima kasih atas setiap tetes keringat yang kau cucurkan untukku
Terima kasih atas segalanya......

Rabu, 22 Juli 2015

Jodohku itu Kamu!



Jodohku itu Kamu!

“Hai Alya, kamu sedang apa?” Suara yang tidak asing itu terdengar di telingaku dan tidak lama, seorang anak laki-laki sudah ada disampingku.
“Hai Ari, aku sedang bermain ini”. Tanpa menoleh aku menjawabnya dan tetap asyik menggerakkan sebatang kayu kecil ke tanah.
“Kamu sedang menggambar ya?” Tanya Ari
“Iya” Jawabku singkat daan masih asyik dengan kayu kecil ditangan.
“Apa yang sedang kamu gambar?” Kembali Ari bertanya
“Hmmmm....” Hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab
Tak lama kemudian Ari pun pergi meninggalkanku tanpa berkata apa-apa lagi.

“Selamat pagi, Alya!” Sapa Ari padaku yang sudah duduk di dalam kelas
“Selamat pagi, Ari!” Dengan senyum manis khas anak-anak aku membalasnya.
Dan tak lama ibu guru pun masuk ke dalam kelas dengan salamnya yang begitu ceria menyapa kami.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh”
“Wa’alaikum Salam Warahmatullahi Wabarokatuh” serentak kami menjawabnya.
Seperti biasa bu guru memulai pagi itu dengan cerita yang bisa menarik perhatian anak-anak seusia kami, ya kami adalah siswa-siswi TK yang masih imut-imut dan lucu yang harus di pancing dengan cerita-cerita lucu dan menarik sebelum masuk pelajaran inti.
Dan saat masuk sesi tanya jawab, sesi yang selalu aku tunggu. Di situlah dimulai....
“Ayo coba siapa yang bisa menyebutkan angka 1-10 dalam bahasa Inggris?” Tanya bu guru.
Aku tinggal di sebuah desa kecil, jadi pertanyaan seperti itu pun bukan termasuk pertanyaan yang sangat mudah bagi kami saat itu. Tapi tanpa menunggu lama....
“Saya bu guru” Terdengar dua anak menjawab sambil mengangkat tanganya.
“Hmmm” Bu guru terdiam sejenak
“Siapa ya tadi yang lebih cepat?” Tanya bu guru pada teman-teman dengan tersenyum.
“ Alya,....Ari,....Alya,....Ari” Terdengar gaduh suara anak-anak yang menjawab pertanyaan dari bu guru.
“Baiklah, Alya, Ari karena tadi kalian bersama-sama maka sekarang ayo coba kalian berdua menyebutkan angka 1-10 dalam bahasa Inggris bersama” Ucap bu guru dengan senyum simpul.
Tanpa aba-aba kami pun langsung memulainya.
“one, two, three, four, five, six, seven, eight, nine, ten”
“Bagus sekali, tepuk tangan untuk Alya dan Ari” Ujar bu guru sambil bertepuk tangan.
Tanpa menunggu lama, bu guru pun memulai kegiatan inti dan kemudian membagikan bugu tugas kami.
Selesai mengerjakan kegiatan inti, kami pun beristirahat sejenak sebelum masuk kembali dan pulang.
***
2 tahun berlalu kami pun lulus dari Taman Kanak-Kanak dan melanjutkan ke Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar kami pun masih satu sekolah dan satu kelas, dan itu tidak bisa menghindarkan kami untuk bersaing. Kami selalu bersaing untuk mendapat nilai terbaik di kelas, tapi untungnya meskipun kita rival di sekolah, kami tetap akur di luar sekolah. Kami memang satu desa, kami bertetangga dan kami pun setiap hari bertemu. Tidak hanya di sekolah, saat bermain dirumah kami juga bisa bertemu.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kami telah lulus dari SMA dan tak lagi dalam satu sekolah. Meski tak lagi dalam satu sekolah, tapi kami masih bisa sering bertemu karena kami mengikuti organisasi yang sama sehingga aku dan dia bisa bertemu disana.
“Hai, Alya!” Sapanya dalam suatu pertemuan
“Hai!” Jawabku
“Udah sampai mana nich persiapannya untuk acara nanti?” Tanyanya padaku
“Ah tenang ja,nanti pasti siap kok pas hari H” Jawabku dengan senyum
“Oh ya sudah, baguslah kalau gitu” Ujarnya sambil membalas senyumku.
Acara pun semakin dekat dengan hari H, Ari yang begitu cekatan mengambil banyak bagian di acara itu. Dan aku...........
Aku yang tadinya dengan PD bilang akan siap semuanya di hari H, justru kalang kabut sendiri karena kebiasaanku yang selalu bilang ‘nanti’ untuk mengerjakan sesuatu. Dan tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dan bertanya...
“Alya gimana, semua tugas kamu sudah beres?”
“Undangannya udah siap untuk di sebar lusa?” Tanya Ari padaku
“Ehmmmm......” Dengan wajah bingung aku pun menjawab
“Belum Ari, undangannya belum siap”
“Haaaa????” Dengan nada yang sedikit keras Ari menjawab
“Okey, undangan yang dibutuhkan berapa dan list nama-nama yang mau diundang mana?” pintanya
Tanpa menjawab aku pun langsung mengambil secarik kertas dan ku berikan padanya.
Malam harinya tiba-tiba Hpku berdering, dan ternyata Ari yeng mengirim pesan.
“Al,ambil undangannya dirumah. Semuanya dah siap tinggal kamu sebarin ja” Ucap Ari dalam pesannya.
“Ok,terima kasih” Balasku singkat
Tanpa berpikir panjang aku pun segera mengambil kunci motorku dan berpamitan pada ibu untuk pergi kerumahnya. Sesampainya disana, ternyata dia sudah menunggu dengan teman-teman yang lain.
“Eh Alya, udah datang” sapanya
“Assalamu’alaikum” Sapaku pada semua
“Wa’alaikum salam” Jawab teman-teman hampir serentak
“Ayo Al, cepat kita kerjain. Ini waktunya udah mepet banget” Indah berkata
“Oh ya” Kataku singkat
Esoknya kami aku pun dan teman-teman berbagi tugas untuk menyebar undangan tersebut dan di malam hari pun undangan sudah selesai disebar.
Satu minggu kemudian acara berlangsung dan syukur semuanya berlangsung dengan baik.
3 tahun setelah lulus SMA aku tidak berkutat dengan yang namanya buku pelajaran sekolah, dan di tahun ketiga aku mendapat kesempatan untuk melanjutkan studyku di salah satu institut keguruan swasta. Disana aku mulai lagi untuk belajar di bangku perkuliahan dan bertemu teman-teman baru. Disana pula aku bertemu dengan teman-teman yang baik dan mungkin bisa disebut sahabat.
“Hai,aku Nafa” Seseorang menyapaku sambil mengulurkan tangannya
“Hai,aku Alya” Jawabku sambil mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya
“Dan aku Ina” Sahut salah seorang dari belakangku
“Oh ya, Hai” Aku dan Nafa menjawab
Dan kami bertiga berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa lain disana.
Hari demi hari kami lewati di bangku kuliah, tugas demi tugas pun terus berdatangan hampir setiap hari. Tugas individu maupun kelompok selalu ada untuk kami. Pembagian kelompok pun dimulai dan kami bertiga hampir selalu bersama. Saat mengerjakan tugas kelompok, kami pun pasti berbagi tugas, ada yang kebagian pembukaan, ada yang inti, ada yang penutup, ada editor dan ada yang kebagian untuk menggandakan tugas.
“Ok, siapa yang mau bagi tugas?” Tanya Nafa pada kami
“Aku pembukaannya” Jawab Ina
“Aku Inti” Kataku
“Aku Penutup” Sahut Retno
“Dan Nafa editornya” Lanjut Retno
“Trus yang menggandakan siapa?” tanya Nafa kembali
“Aku siap” Jawabku
“Ok,sudah beres semuanya. Langsung kerjakan dan hari rabu dikumpulkan di aku ya untuk di edit” Nafa memberi instruksi
“Siiip” Jawab kami.
Setelah itu kami pun pulang dengan tugas masing-masing. Dengan kesinukanku yang baru sebagai mahasiswa, aku pun mulai jarang bertemu dan berkomunikasi dengan Ari. Tapi dia bagai dewa penolong bagiku. Dia selalu ada untukku meski kadang aku tidak mengingatnya.
2 hari berlalu, deadline semakin dekat tapi aku masih kebingungan untuk mengerjakan tugasku yang sejak kemarin aku biarkan dan aku tinggal untuk mengerjakan hal lain. Tiba-tiba....
“Kriiiiiiiing” bunyi HP berdering
Terlihat nama Ari di layar Hp, dan aku pun segera mengangkat teleponnya.
“Assalamu’alaikum” Sapaku
“Wa’alaikum Salam, gimana kabarnya Alya?” tanya Ari di telepon
“Aku baik, kamu sendiri gimana?” Tanyaku padanya
“Syukurlah, aku juga baik. Lagi sibuk apa sekarang?”
“ini adda tugas kelompok”
“Oh,aku ganggu ya?
“Nggak juga kok, ni masih mikir harus mulai dari mana?” Ujarku
“Ada yang bisa aku bantu?” Dia menawarkan
“Oh gak usah,nanti aku kerjain sendiri ja gak apa-apa” jawabku dengan sedikit gengsi
“Oh ok kalau begitu selamat mengerjakan. Kapan-kapan kita lanjut ngobrolnya”
“Ok!”
“Assalamu’alaikum, Al”
“Wa’alaikum Salam”
“Tuuuuuuuuttt” Telepon pun di tuup
Aku pun mulai berusaha mengerjakan tugas yang seharusnya sudah hampir selesai, namun tiap kali mengerjakan selalu saja ada pekerjaan lain yang menggangguku. Aku makin kebingungan karena deadline semakin dekat.
Waktu berputar dan hari berganti, aku masih berkutat didepan layar laptop untuk menyelesaikan tugas.
“Assalamu’alaikum” Kudengar ada suara salam dari luar rumah
“Wa’alaikum Salam” Balasku sambil menuju pintu
Dan saat pintu terbuka aku sedikit kaget karena yang ada dibalik pintu itu ternyata Ari, teman kecilku sekaligus pesaingku.
“Ari” Ujarku dengan mata seikit terbelalak
“Hai, Al” Sapanya
“Oh,,,ayo silahkan masuk” Kataku mempersilahkannya masuk
“Gimana tugasnya, udah selesai?”
“Tinggal sedikit” Jawabku dengan tersenyum ragu
“Oh, berarti gak perlu bantuan lagi dong”
“Emang kamu kesini mau bantuin aku”
“Yah kalau belum selesai, tapi katanya udah tinggal sedikit berarti udah gak perlu lagi”
“kalau mau bantuin sih ya gak apa-apa meskipun tinggal sedikit. Kali ja bisa benahin juga kalau ada yang salah. Kan situ lebih senior untuk urusan kuliah, hehehe....”
“Ya ok lah, sini aku bantuin”
“Beneran nih”
“Mumpung belum berubah pikiran mending cepet bawa sini deh tugasnya”
“Ok, boss!”
Tanpa menunggu lama aku pun segera mengambil laptop dan beberapa buku kuliahku. Aku tunjukkan tugasku dan dengan sigap dia segera menjelaskan dan membantuku untuk menyelesaikan tugas itu. Dan tidak butuh waktu lama tugasku pun selesai.
“Aaah, akhirnya selesai juga” Ucapku
“kalau serius ya cepat selesai” Sahutnya
“ Hehehe.... oh ya ngomong-ngomong mau makan apa nih? Sampai lupa” Aku menawarinya
“Gak usah, makasih. Aku mau pulang ja, gak terasa udah lama juga aku disini” Jawabnya
“Loh loh kok langsung pulang gitu ja, kan belum apa-apa. Masak kamu kesini Cuma aku suguhin tugasku?” Ujarku
“Udah gak apa-apa nyantai ja, sama teman lama juga” Dia berkata dengan bersiap-siap untuk pulang
“Eh beneran mau pulang?”
“Iya,udah sore nih”
“Ya udah makasih banyak lho buat bantuannya, maaf udah ngerepoti kamu”
“Santai ja, kalau kamu butuh bantuan lagi sms atau telepon ja”
“Ok ok, sekali lagi makasih banyak ya”
“Siiip, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum Salam”
Ku tutup kembali pintu rumah setelah Ari berjalan semakin jauh dan tak terlihat lagi. Dengan tersenyum lega karena tugasku selesai aku membereskan laptop, buku, cemilan dan minuman yang ada di ruang tamu. Hari pun terus berganti, dan setiap kali aku kesulitan mengerjakan tugas Ari selalu ada membantuku. Dengan berjalannya waktu, aku pun mengenal seorang laki-laki, dia salah seoraang anggota TNI. Aku mengenalnya dari temanku, aku pun menceritakan tentang dia pada temanku dan tak ketinggalan aku juga bercerita pada Ari tentang dia. Selama aku mengenalnya, aku tidak pernah membuat komitmen bahwa kami “berpacaran”. Karena buatku, pacaran tidaklah penting, kalau mau serius silahkan tapi kalau tidak ya sudah. Komunikasi antara aku dan anggota TNI terus berlanjut hingga beberapa bulan, beberapa kali dia mengungkapkan perasaannya tapi aku tidak menanggapinya. Kami biarkan hubungan itu berjalan begitu saja, hingga pada akhirnyakomunikasi itu terputus dalam waktu yang cukup lama. Tidak ada kabar sama sekali tentang dia, bahkan temanku pun juga tidak tahu. Aku mulai cemas, dan lagi-lagi aku cerita tentang hal itu pada Ari.
“Assalamu’alaikum Ari”
“Wa’alaikum Salam, ada apa Al? Kok suara kamu lemes gitu”
“Kamu lagi sibuk gak?”
“Gak,ada apa Al? Kalau mau cerita ngomong ja, aku siap dengerin kok”
“Ehmmmm”
“Ada apa , Al?”
“Gini Ar, sebenarnya aku agak cemas nih soalnya Anton udah lama gak ada kabar”
“Oh itu, udah coba hubungi nomornya?”
“Udah tapi gak bisa”
“Udah coba tanya teman-teman lain?”
“Udah juga tapi gak ada yang tau”
“Ya udah gak usah khawatir, tetap positive thinking dan berdo’a ja mungkin dia masih sibuk. Jangan mikir yang macam-macam, tetap tenang”
“Iya Ar”
“Udah jangan sedih lagi, semangat”
“Ok makasih, kalau ngomong sama kamu bawaannya tenang”
“Syukurlah kalau gitu, jangan-jangan kita jodoh lagi”
“Becanda kamu”
“Nah kata orang-orang kan gitu, kalau kita nyaman sama seseorang biasanya jodoh”
“Ngaco kamu”
“Hehehehe” Kami pun tertawa bersama
“Ya sudah Ar, makasih ya udah mau dengerin ceritaku”
“Iya sama-sama, nyantai ja lagi’
“Ok kalau gitu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum Salam” Aku pun mengakhiri telepon setelah Ari menjawab salamku.
***
Selang beberapa waktu aku mendengar kabar tentang Anton, dan kabar itu bukan kabar yang menyenangkan bagiku karena ternyata dia sudah menikah dengan wanita lain. Aku pun kaget mendengarnya, dan jelas dengan perasaan kecewa dan sakit hati. Gundah kembali kurasakan karena kabar itu dan Ari pum kembali menjadi tempatku untuk meluangkan kegundahan itu.
“Assalamu’alaikum, Ari” tulisku dalam sms
“Wa’alaikum Salam, gimana kabar kamu Al?” Dia membalas pesanku
“Alhamdulillah kabarku baik”
“Syukurlah kalau gitu, oh ya gimana Anton. Udah ada kabar belum?”
“Itu yang mau aku ceritain ke kamu Ar”
“Oh ya??? Gimana gimana Al? Kamu mau dilamar ya?” Candanya padaku
“Dia udah nikah Ar” Jawabku singkat
“Apa???” Balasnya dengan nada agak tinggi
“Iya Ar, dia udah nikah. Aku dapat kabar dari temanku yang masih ada hubungan saudara dengan dia”
“Oooh...ya udahlah Al,berarti dia bukan jodoh kamu. Anggap ja dia bukan laki-laki yang baik buat kamu, ada orang lain yang lebih baik buat kamu”
“Iya Ar, tapi ya gimana masih kecewa juga”
“Iya aku tahu tapi jangan lama-lama kecewa dan sedihnya, kamu sibukin diri kamu aja. Kuliah kamu harus selesai tepat waktu lho dan sibukin aja di organisasi biar gak terus kepikiran”
“Iya, makasih sarannya” Kalimat terakhirku dalam sms
Dari waktu ke waktu aku mulai melupakan Anton dan sibuk dengan tugas-tugas kuliahku serta kegiatan organisasi yang aku ikuti. Aku tak lagi memikirkan tentang laki-laki hingga pada suatu malam...
“Kriiiiing”
“Ya, Assalamu’alaikum” Ku angkat telepon yang aku tau dari Ari
“ Wa’alaikum Salam”
“Lagi apa nih Al?”
“Lagi nyantai ja, ada apa Ar?”
“Gak ada apa-apa, Cuma mau ngobrol ja”
“Oooh”
“Gimana perasaan kamu sekarang Al? Udah gak sakit hati lagi?”
“Enggak tuh, udah bahagia bahagia ja. Hehe...”
“Baguslah kalau gitu, terus sekarang udah ada yang ngisi hati kamu belum?”
“Apaan sih kamu nih, Ar?”
“Eh di tanya kok malah nanya balik”
“Ya kamu tanyanya aneh tiba-tiba gitu”
“Kok aneh? Beneran aku tanya udah ada yang gantiin Anton belum di hati kamu?”
“Kalau udah kenap dan kalau belum kenapa?”
“Kalau udah ya gak kenapa-kenapa, tapi kalau belum boleh gak aku yang gantiin posisi Anton dihati kamu?”
Dan aku pun terdiam saat mendengar pertanyaan itu tanpa tau harus jawab apa
“Al,..Alya”
“ Ehmm...ehm.... Ah kamu apa-apaan,becanda mulu dari tadi” Dengan sedkikit terbata-bata dan kebingungan aku menjawabnya
“Serius Al, aku gak becanda. Udah lama aku nunggu waktu yang tepat untuk bilang ini sama kamu, karena aku tau kamu gak akan mau sama laki-laki yang cuma main-main ja” Ari menjelaskan
Aku semakin bingung untuk menjawab itu semua.
“Gak sebentar waktu yang aku butuhkan untuk bisa mengatakan ini sama kamu Al. Aku nunggu sampai kamu dan aku benar-benar siap untuk melangkah ke hubungan yang serius. Aku gak minta kamu untuk jadi pacarku, tapi aku berharap kamu mau menerimaku sebagai imam kamu” Tegasnya
Mendengar kata-kata Ari aku semakin bingung dan salah tingkah sendiri, hingga aku mencoba untuk membuka mulutku untuk menjawab semuanya.
“Jodoh bukan ditangan kita Ar, kita jalani ja apa yang sudah ada saat ini. Kalau kamu memang jodoh aku, pasti akan bertemu kok dan gak akan diambil orang” Jawabku dengan sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.
“Yah kamu benar” terdengar suaranya yang sedikit kecewa
Tidak lama setelah itu, kami pun menutup teleponnya dan aku bersiap-siap untuk tidur. Berkali-kali beberapa pemuda datang kerumah untuk melamarku, tapi tidak satupu dari mereka yang aku beri jawaban “iya”. Hingga orang tuaku merasa geram melihatku yang terus menolak pemuda-pemuda itu. Ari pun tak sekali itu bertanya padaku atas ungkapan perasaannya waktu itu dan jawabanku masih tetap sama. Setelah berkali-kali dia menanyakan itu dan karena desakan orang tua yang begitu geram dengan penolakanku terhadap pemuda-pemuda itu aku pun mulai berpikir. Dan disaat itu Ari bertanya untuk kesekian kalinya.
“Gimana Al,kamu masih ragu sama aku?”
“Bukan gitu Ar”
“Terus apa lagi Alya?”
“Entahlah”
“Ya udah kalau kamu masih ragu, coba kamu minta petunjuk sama Allah. Kalau hasilnya baik kita lanjutkan hubungan ini, tapi kalau hasilnya kurang bagus ya udah berarti kita memang ditakdirkan hanya sebagai teman dan tetangga saja”
“Ok, aku coba”
Bebrapa hari aku tidak berkomunikasi dengan Ari, dan di ghari-hari itulah aku mencoba untuk mencari petunjuk atas pertanyaan Ari. Hingga di satu hari aku merasa bahwa aku telah menemukan jawabannya, dan saat Ari telepon aku pun sudah siap dengan jawaban itu.
“Hai” Sapanya
“Hai, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik, gimana udah dapat jawabannya?”
“Iya, udah dapat”
“Terus?”
“Kalau kamu mau nunggu aku sampai selesai kuliah, Insya Allah aku siap”
“Al,kamu serius?”
“Bismillah, Insya Allah iya”
“Ok, aku akan tunggu kamu sampai kamu selesai kuliah”
Setelah perbincangan itu hubungan kami pun masih sama seperti yang dulu, bedanya komunikasi jadi lebih intens kami lakukan.
Hari-hari pun aku lalui dengan menyelesaikan tugas-tugas kuliah, hingga tak terasa sampai juga di semester akhir. Dan disaat itulah Ari dan keluarganya datang untuk melamarku. Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluargaku, dan para orang tua mulai membicarakan hari pernikahan kami dan ditentukanlah tanggal dan hari H nya beberapa bulan setelah wisuda sarjanaku.
***
Hari H pun tiba, semua teman dan keluargaku sibuk menyiapkan pernikahanku, aku pun deg degan di hari itu tapi juga bahagia yang tak terkira. Laki-laki yang selama ini menjadi penolongku, teman curhatku dan sahabat kecilku ternyata jodohku.
Acara pernikahan kami pun berjalan sesuai rencana dan lancar hingga akhir, kami semua bahagia.
“Alhamdulillah semuanya lancar” Ucap Ari
“Iya” Jawabku
“Gimana perasaan kamu sekarang Al setelah menjadi istri aku?”
“Alhamdulillah bahagia, nah kamu?”
“Bahagia banget, mungkin lebih bahagia dari kamu”
“Kok bisa?”
“Iya lah, aku kan udah nunggu lama”
“Jangan-jangan kamu suka sama aku sejak kita masih TK yaaa?” Godaku padanya
“Itu masih kecil banget, belum ngerti cinta cintaan lah”
“Masak sih?”
“Ehmmm.....” Ari berpikir sambil melirik dan tersenyum padaku.
"Tapi aku yakin jodohku itu kamu!" Jawabnya tegas
Dan akhirnya tawa pun pecah diantara kami.
“Tapi Alhamdulillah kita bisa melewati semuanya dan sekarang kita bisa bersama” Lanjutnya
“Iya, Alhamdulillah. Semoga kita bisa selalu dan terus bersama hingga maut memisahkan”
“Aamiin”