Jodohku
itu Kamu!
“Hai
Alya, kamu sedang apa?” Suara yang tidak asing itu terdengar di telingaku dan
tidak lama, seorang anak laki-laki sudah ada disampingku.
“Hai
Ari, aku sedang bermain ini”. Tanpa menoleh aku menjawabnya dan tetap asyik
menggerakkan sebatang kayu kecil ke tanah.
“Kamu
sedang menggambar ya?” Tanya Ari
“Iya”
Jawabku singkat daan masih asyik dengan kayu kecil ditangan.
“Apa
yang sedang kamu gambar?” Kembali Ari bertanya
“Hmmmm....”
Hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab
Tak
lama kemudian Ari pun pergi meninggalkanku tanpa berkata apa-apa lagi.
“Selamat
pagi, Alya!” Sapa Ari padaku yang sudah duduk di dalam kelas
“Selamat
pagi, Ari!” Dengan senyum manis khas anak-anak aku membalasnya.
Dan
tak lama ibu guru pun masuk ke dalam kelas dengan salamnya yang begitu ceria
menyapa kami.
“Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh”
“Wa’alaikum
Salam Warahmatullahi Wabarokatuh” serentak kami menjawabnya.
Seperti
biasa bu guru memulai pagi itu dengan cerita yang bisa menarik perhatian
anak-anak seusia kami, ya kami adalah siswa-siswi TK yang masih imut-imut dan
lucu yang harus di pancing dengan cerita-cerita lucu dan menarik sebelum masuk
pelajaran inti.
Dan
saat masuk sesi tanya jawab, sesi yang selalu aku tunggu. Di situlah
dimulai....
“Ayo
coba siapa yang bisa menyebutkan angka 1-10 dalam bahasa Inggris?” Tanya bu
guru.
Aku
tinggal di sebuah desa kecil, jadi pertanyaan seperti itu pun bukan termasuk
pertanyaan yang sangat mudah bagi kami saat itu. Tapi tanpa menunggu lama....
“Saya
bu guru” Terdengar dua anak menjawab sambil mengangkat tanganya.
“Hmmm”
Bu guru terdiam sejenak
“Siapa
ya tadi yang lebih cepat?” Tanya bu guru pada teman-teman dengan tersenyum.
“
Alya,....Ari,....Alya,....Ari” Terdengar gaduh suara anak-anak yang menjawab
pertanyaan dari bu guru.
“Baiklah,
Alya, Ari karena tadi kalian bersama-sama maka sekarang ayo coba kalian berdua
menyebutkan angka 1-10 dalam bahasa Inggris bersama” Ucap bu guru dengan senyum
simpul.
Tanpa
aba-aba kami pun langsung memulainya.
“one,
two, three, four, five, six, seven, eight, nine, ten”
“Bagus
sekali, tepuk tangan untuk Alya dan Ari” Ujar bu guru sambil bertepuk tangan.
Tanpa
menunggu lama, bu guru pun memulai kegiatan inti dan kemudian membagikan bugu
tugas kami.
Selesai
mengerjakan kegiatan inti, kami pun beristirahat sejenak sebelum masuk kembali
dan pulang.
***
2
tahun berlalu kami pun lulus dari Taman Kanak-Kanak dan melanjutkan ke Sekolah
Dasar. Di Sekolah Dasar kami pun masih satu sekolah dan satu kelas, dan itu
tidak bisa menghindarkan kami untuk bersaing. Kami selalu bersaing untuk
mendapat nilai terbaik di kelas, tapi untungnya meskipun kita rival di sekolah,
kami tetap akur di luar sekolah. Kami memang satu desa, kami bertetangga dan
kami pun setiap hari bertemu. Tidak hanya di sekolah, saat bermain dirumah kami
juga bisa bertemu.
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat, kami telah lulus dari SMA dan tak lagi
dalam satu sekolah. Meski tak lagi dalam satu sekolah, tapi kami masih bisa
sering bertemu karena kami mengikuti organisasi yang sama sehingga aku dan dia
bisa bertemu disana.
“Hai,
Alya!” Sapanya dalam suatu pertemuan
“Hai!”
Jawabku
“Udah
sampai mana nich persiapannya untuk acara nanti?” Tanyanya padaku
“Ah
tenang ja,nanti pasti siap kok pas hari H” Jawabku dengan senyum
“Oh
ya sudah, baguslah kalau gitu” Ujarnya sambil membalas senyumku.
Acara
pun semakin dekat dengan hari H, Ari yang begitu cekatan mengambil banyak
bagian di acara itu. Dan aku...........
Aku
yang tadinya dengan PD bilang akan siap semuanya di hari H, justru kalang kabut
sendiri karena kebiasaanku yang selalu bilang ‘nanti’ untuk mengerjakan
sesuatu. Dan tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dan bertanya...
“Alya
gimana, semua tugas kamu sudah beres?”
“Undangannya
udah siap untuk di sebar lusa?” Tanya Ari padaku
“Ehmmmm......”
Dengan wajah bingung aku pun menjawab
“Belum
Ari, undangannya belum siap”
“Haaaa????”
Dengan nada yang sedikit keras Ari menjawab
“Okey,
undangan yang dibutuhkan berapa dan list nama-nama yang mau diundang mana?”
pintanya
Tanpa
menjawab aku pun langsung mengambil secarik kertas dan ku berikan padanya.
Malam
harinya tiba-tiba Hpku berdering, dan ternyata Ari yeng mengirim pesan.
“Al,ambil
undangannya dirumah. Semuanya dah siap tinggal kamu sebarin ja” Ucap Ari dalam
pesannya.
“Ok,terima
kasih” Balasku singkat
Tanpa
berpikir panjang aku pun segera mengambil kunci motorku dan berpamitan pada ibu
untuk pergi kerumahnya. Sesampainya disana, ternyata dia sudah menunggu dengan
teman-teman yang lain.
“Eh
Alya, udah datang” sapanya
“Assalamu’alaikum”
Sapaku pada semua
“Wa’alaikum
salam” Jawab teman-teman hampir serentak
“Ayo
Al, cepat kita kerjain. Ini waktunya udah mepet banget” Indah berkata
“Oh
ya” Kataku singkat
Esoknya
kami aku pun dan teman-teman berbagi tugas untuk menyebar undangan tersebut dan
di malam hari pun undangan sudah selesai disebar.
Satu
minggu kemudian acara berlangsung dan syukur semuanya berlangsung dengan baik.
3
tahun setelah lulus SMA aku tidak berkutat dengan yang namanya buku pelajaran
sekolah, dan di tahun ketiga aku mendapat kesempatan untuk melanjutkan studyku
di salah satu institut keguruan swasta. Disana aku mulai lagi untuk belajar di
bangku perkuliahan dan bertemu teman-teman baru. Disana pula aku bertemu dengan
teman-teman yang baik dan mungkin bisa disebut sahabat.
“Hai,aku
Nafa” Seseorang menyapaku sambil mengulurkan tangannya
“Hai,aku
Alya” Jawabku sambil mengulurkan tanganku untuk menjabat tangannya
“Dan
aku Ina” Sahut salah seorang dari belakangku
“Oh
ya, Hai” Aku dan Nafa menjawab
Dan
kami bertiga berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa lain disana.
Hari
demi hari kami lewati di bangku kuliah, tugas demi tugas pun terus berdatangan
hampir setiap hari. Tugas individu maupun kelompok selalu ada untuk kami.
Pembagian kelompok pun dimulai dan kami bertiga hampir selalu bersama. Saat
mengerjakan tugas kelompok, kami pun pasti berbagi tugas, ada yang kebagian
pembukaan, ada yang inti, ada yang penutup, ada editor dan ada yang kebagian
untuk menggandakan tugas.
“Ok,
siapa yang mau bagi tugas?” Tanya Nafa pada kami
“Aku
pembukaannya” Jawab Ina
“Aku
Inti” Kataku
“Aku
Penutup” Sahut Retno
“Dan
Nafa editornya” Lanjut Retno
“Trus
yang menggandakan siapa?” tanya Nafa kembali
“Aku
siap” Jawabku
“Ok,sudah
beres semuanya. Langsung kerjakan dan hari rabu dikumpulkan di aku ya untuk di
edit” Nafa memberi instruksi
“Siiip”
Jawab kami.
Setelah
itu kami pun pulang dengan tugas masing-masing. Dengan kesinukanku yang baru
sebagai mahasiswa, aku pun mulai jarang bertemu dan berkomunikasi dengan Ari.
Tapi dia bagai dewa penolong bagiku. Dia selalu ada untukku meski kadang aku
tidak mengingatnya.
2
hari berlalu, deadline semakin dekat tapi aku masih kebingungan untuk
mengerjakan tugasku yang sejak kemarin aku biarkan dan aku tinggal untuk
mengerjakan hal lain. Tiba-tiba....
“Kriiiiiiiing”
bunyi HP berdering
Terlihat
nama Ari di layar Hp, dan aku pun segera mengangkat teleponnya.
“Assalamu’alaikum”
Sapaku
“Wa’alaikum
Salam, gimana kabarnya Alya?” tanya Ari di telepon
“Aku
baik, kamu sendiri gimana?” Tanyaku padanya
“Syukurlah,
aku juga baik. Lagi sibuk apa sekarang?”
“ini
adda tugas kelompok”
“Oh,aku
ganggu ya?
“Nggak
juga kok, ni masih mikir harus mulai dari mana?” Ujarku
“Ada
yang bisa aku bantu?” Dia menawarkan
“Oh
gak usah,nanti aku kerjain sendiri ja gak apa-apa” jawabku dengan sedikit
gengsi
“Oh
ok kalau begitu selamat mengerjakan. Kapan-kapan kita lanjut ngobrolnya”
“Ok!”
“Assalamu’alaikum,
Al”
“Wa’alaikum
Salam”
“Tuuuuuuuuttt”
Telepon pun di tuup
Aku
pun mulai berusaha mengerjakan tugas yang seharusnya sudah hampir selesai,
namun tiap kali mengerjakan selalu saja ada pekerjaan lain yang menggangguku.
Aku makin kebingungan karena deadline semakin dekat.
Waktu
berputar dan hari berganti, aku masih berkutat didepan layar laptop untuk
menyelesaikan tugas.
“Assalamu’alaikum”
Kudengar ada suara salam dari luar rumah
“Wa’alaikum
Salam” Balasku sambil menuju pintu
Dan
saat pintu terbuka aku sedikit kaget karena yang ada dibalik pintu itu ternyata
Ari, teman kecilku sekaligus pesaingku.
“Ari”
Ujarku dengan mata seikit terbelalak
“Hai,
Al” Sapanya
“Oh,,,ayo
silahkan masuk” Kataku mempersilahkannya masuk
“Gimana
tugasnya, udah selesai?”
“Tinggal
sedikit” Jawabku dengan tersenyum ragu
“Oh,
berarti gak perlu bantuan lagi dong”
“Emang
kamu kesini mau bantuin aku”
“Yah
kalau belum selesai, tapi katanya udah tinggal sedikit berarti udah gak perlu
lagi”
“kalau
mau bantuin sih ya gak apa-apa meskipun tinggal sedikit. Kali ja bisa benahin
juga kalau ada yang salah. Kan situ lebih senior untuk urusan kuliah,
hehehe....”
“Ya
ok lah, sini aku bantuin”
“Beneran
nih”
“Mumpung
belum berubah pikiran mending cepet bawa sini deh tugasnya”
“Ok,
boss!”
Tanpa
menunggu lama aku pun segera mengambil laptop dan beberapa buku kuliahku. Aku
tunjukkan tugasku dan dengan sigap dia segera menjelaskan dan membantuku untuk
menyelesaikan tugas itu. Dan tidak butuh waktu lama tugasku pun selesai.
“Aaah,
akhirnya selesai juga” Ucapku
“kalau
serius ya cepat selesai” Sahutnya
“
Hehehe.... oh ya ngomong-ngomong mau makan apa nih? Sampai lupa” Aku
menawarinya
“Gak
usah, makasih. Aku mau pulang ja, gak terasa udah lama juga aku disini”
Jawabnya
“Loh
loh kok langsung pulang gitu ja, kan belum apa-apa. Masak kamu kesini Cuma aku
suguhin tugasku?” Ujarku
“Udah
gak apa-apa nyantai ja, sama teman lama juga” Dia berkata dengan bersiap-siap
untuk pulang
“Eh
beneran mau pulang?”
“Iya,udah
sore nih”
“Ya
udah makasih banyak lho buat bantuannya, maaf udah ngerepoti kamu”
“Santai
ja, kalau kamu butuh bantuan lagi sms atau telepon ja”
“Ok
ok, sekali lagi makasih banyak ya”
“Siiip,
Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum
Salam”
Ku tutup
kembali pintu rumah setelah Ari berjalan semakin jauh dan tak terlihat lagi. Dengan
tersenyum lega karena tugasku selesai aku membereskan laptop, buku, cemilan dan
minuman yang ada di ruang tamu. Hari pun terus berganti, dan setiap kali aku
kesulitan mengerjakan tugas Ari selalu ada membantuku. Dengan berjalannya
waktu, aku pun mengenal seorang laki-laki, dia salah seoraang anggota TNI. Aku mengenalnya
dari temanku, aku pun menceritakan tentang dia pada temanku dan tak ketinggalan
aku juga bercerita pada Ari tentang dia. Selama aku mengenalnya, aku tidak
pernah membuat komitmen bahwa kami “berpacaran”. Karena buatku, pacaran
tidaklah penting, kalau mau serius silahkan tapi kalau tidak ya sudah. Komunikasi
antara aku dan anggota TNI terus berlanjut hingga beberapa bulan, beberapa kali
dia mengungkapkan perasaannya tapi aku tidak menanggapinya. Kami biarkan hubungan
itu berjalan begitu saja, hingga pada akhirnyakomunikasi itu terputus dalam
waktu yang cukup lama. Tidak ada kabar sama sekali tentang dia, bahkan temanku
pun juga tidak tahu. Aku mulai cemas, dan lagi-lagi aku cerita tentang hal itu
pada Ari.
“Assalamu’alaikum
Ari”
“Wa’alaikum
Salam, ada apa Al? Kok suara kamu lemes gitu”
“Kamu
lagi sibuk gak?”
“Gak,ada
apa Al? Kalau mau cerita ngomong ja, aku siap dengerin kok”
“Ehmmmm”
“Ada
apa , Al?”
“Gini
Ar, sebenarnya aku agak cemas nih soalnya Anton udah lama gak ada kabar”
“Oh
itu, udah coba hubungi nomornya?”
“Udah
tapi gak bisa”
“Udah
coba tanya teman-teman lain?”
“Udah
juga tapi gak ada yang tau”
“Ya
udah gak usah khawatir, tetap positive thinking dan berdo’a ja mungkin dia
masih sibuk. Jangan mikir yang macam-macam, tetap tenang”
“Iya
Ar”
“Udah
jangan sedih lagi, semangat”
“Ok
makasih, kalau ngomong sama kamu bawaannya tenang”
“Syukurlah
kalau gitu, jangan-jangan kita jodoh lagi”
“Becanda
kamu”
“Nah
kata orang-orang kan gitu, kalau kita nyaman sama seseorang biasanya jodoh”
“Ngaco
kamu”
“Hehehehe”
Kami pun tertawa bersama
“Ya
sudah Ar, makasih ya udah mau dengerin ceritaku”
“Iya
sama-sama, nyantai ja lagi’
“Ok
kalau gitu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum
Salam” Aku pun mengakhiri telepon setelah Ari menjawab salamku.
***
Selang
beberapa waktu aku mendengar kabar tentang Anton, dan kabar itu bukan kabar
yang menyenangkan bagiku karena ternyata dia sudah menikah dengan wanita lain. Aku
pun kaget mendengarnya, dan jelas dengan perasaan kecewa dan sakit hati. Gundah
kembali kurasakan karena kabar itu dan Ari pum kembali menjadi tempatku untuk
meluangkan kegundahan itu.
“Assalamu’alaikum,
Ari” tulisku dalam sms
“Wa’alaikum
Salam, gimana kabar kamu Al?” Dia membalas pesanku
“Alhamdulillah
kabarku baik”
“Syukurlah
kalau gitu, oh ya gimana Anton. Udah ada kabar belum?”
“Itu
yang mau aku ceritain ke kamu Ar”
“Oh
ya??? Gimana gimana Al? Kamu mau dilamar ya?” Candanya padaku
“Dia
udah nikah Ar” Jawabku singkat
“Apa???”
Balasnya dengan nada agak tinggi
“Iya
Ar, dia udah nikah. Aku dapat kabar dari temanku yang masih ada hubungan
saudara dengan dia”
“Oooh...ya
udahlah Al,berarti dia bukan jodoh kamu. Anggap ja dia bukan laki-laki yang
baik buat kamu, ada orang lain yang lebih baik buat kamu”
“Iya
Ar, tapi ya gimana masih kecewa juga”
“Iya
aku tahu tapi jangan lama-lama kecewa dan sedihnya, kamu sibukin diri kamu aja.
Kuliah kamu harus selesai tepat waktu lho dan sibukin aja di organisasi biar
gak terus kepikiran”
“Iya,
makasih sarannya” Kalimat terakhirku dalam sms
Dari
waktu ke waktu aku mulai melupakan Anton dan sibuk dengan tugas-tugas kuliahku
serta kegiatan organisasi yang aku ikuti. Aku tak lagi memikirkan tentang laki-laki
hingga pada suatu malam...
“Kriiiiing”
“Ya,
Assalamu’alaikum” Ku angkat telepon yang aku tau dari Ari
“ Wa’alaikum
Salam”
“Lagi
apa nih Al?”
“Lagi
nyantai ja, ada apa Ar?”
“Gak
ada apa-apa, Cuma mau ngobrol ja”
“Oooh”
“Gimana
perasaan kamu sekarang Al? Udah gak sakit hati lagi?”
“Enggak
tuh, udah bahagia bahagia ja. Hehe...”
“Baguslah
kalau gitu, terus sekarang udah ada yang ngisi hati kamu belum?”
“Apaan
sih kamu nih, Ar?”
“Eh
di tanya kok malah nanya balik”
“Ya
kamu tanyanya aneh tiba-tiba gitu”
“Kok
aneh? Beneran aku tanya udah ada yang gantiin Anton belum di hati kamu?”
“Kalau
udah kenap dan kalau belum kenapa?”
“Kalau
udah ya gak kenapa-kenapa, tapi kalau belum boleh gak aku yang gantiin posisi
Anton dihati kamu?”
Dan aku
pun terdiam saat mendengar pertanyaan itu tanpa tau harus jawab apa
“Al,..Alya”
“
Ehmm...ehm.... Ah kamu apa-apaan,becanda mulu dari tadi” Dengan sedkikit
terbata-bata dan kebingungan aku menjawabnya
“Serius
Al, aku gak becanda. Udah lama aku nunggu waktu yang tepat untuk bilang ini
sama kamu, karena aku tau kamu gak akan mau sama laki-laki yang cuma main-main
ja” Ari menjelaskan
Aku semakin
bingung untuk menjawab itu semua.
“Gak
sebentar waktu yang aku butuhkan untuk bisa mengatakan ini sama kamu Al. Aku nunggu
sampai kamu dan aku benar-benar siap untuk melangkah ke hubungan yang serius. Aku
gak minta kamu untuk jadi pacarku, tapi aku berharap kamu mau menerimaku
sebagai imam kamu” Tegasnya
Mendengar
kata-kata Ari aku semakin bingung dan salah tingkah sendiri, hingga aku mencoba
untuk membuka mulutku untuk menjawab semuanya.
“Jodoh
bukan ditangan kita Ar, kita jalani ja apa yang sudah ada saat ini. Kalau kamu
memang jodoh aku, pasti akan bertemu kok dan gak akan diambil orang” Jawabku
dengan sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.
“Yah
kamu benar” terdengar suaranya yang sedikit kecewa
Tidak
lama setelah itu, kami pun menutup teleponnya dan aku bersiap-siap untuk tidur.
Berkali-kali beberapa pemuda datang kerumah untuk melamarku, tapi tidak satupu
dari mereka yang aku beri jawaban “iya”. Hingga orang tuaku merasa geram
melihatku yang terus menolak pemuda-pemuda itu. Ari pun tak sekali itu bertanya
padaku atas ungkapan perasaannya waktu itu dan jawabanku masih tetap sama. Setelah
berkali-kali dia menanyakan itu dan karena desakan orang tua yang begitu geram
dengan penolakanku terhadap pemuda-pemuda itu aku pun mulai berpikir. Dan disaat
itu Ari bertanya untuk kesekian kalinya.
“Gimana
Al,kamu masih ragu sama aku?”
“Bukan
gitu Ar”
“Terus
apa lagi Alya?”
“Entahlah”
“Ya
udah kalau kamu masih ragu, coba kamu minta petunjuk sama Allah. Kalau hasilnya
baik kita lanjutkan hubungan ini, tapi kalau hasilnya kurang bagus ya udah
berarti kita memang ditakdirkan hanya sebagai teman dan tetangga saja”
“Ok,
aku coba”
Bebrapa
hari aku tidak berkomunikasi dengan Ari, dan di ghari-hari itulah aku mencoba
untuk mencari petunjuk atas pertanyaan Ari. Hingga di satu hari aku merasa
bahwa aku telah menemukan jawabannya, dan saat Ari telepon aku pun sudah siap
dengan jawaban itu.
“Hai”
Sapanya
“Hai,
gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah
baik, gimana udah dapat jawabannya?”
“Iya,
udah dapat”
“Terus?”
“Kalau
kamu mau nunggu aku sampai selesai kuliah, Insya Allah aku siap”
“Al,kamu
serius?”
“Bismillah,
Insya Allah iya”
“Ok,
aku akan tunggu kamu sampai kamu selesai kuliah”
Setelah
perbincangan itu hubungan kami pun masih sama seperti yang dulu, bedanya
komunikasi jadi lebih intens kami lakukan.
Hari-hari
pun aku lalui dengan menyelesaikan tugas-tugas kuliah, hingga tak terasa sampai
juga di semester akhir. Dan disaat itulah Ari dan keluarganya datang untuk
melamarku. Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluargaku, dan para
orang tua mulai membicarakan hari pernikahan kami dan ditentukanlah tanggal dan
hari H nya beberapa bulan setelah wisuda sarjanaku.
***
Hari
H pun tiba, semua teman dan keluargaku sibuk menyiapkan pernikahanku, aku pun
deg degan di hari itu tapi juga bahagia yang tak terkira. Laki-laki yang selama
ini menjadi penolongku, teman curhatku dan sahabat kecilku ternyata jodohku.
Acara
pernikahan kami pun berjalan sesuai rencana dan lancar hingga akhir, kami semua
bahagia.
“Alhamdulillah
semuanya lancar” Ucap Ari
“Iya”
Jawabku
“Gimana
perasaan kamu sekarang Al setelah menjadi istri aku?”
“Alhamdulillah
bahagia, nah kamu?”
“Bahagia
banget, mungkin lebih bahagia dari kamu”
“Kok
bisa?”
“Iya
lah, aku kan udah nunggu lama”
“Jangan-jangan
kamu suka sama aku sejak kita masih TK yaaa?” Godaku padanya
“Itu
masih kecil banget, belum ngerti cinta cintaan lah”
“Masak
sih?”
“Ehmmm.....”
Ari berpikir sambil melirik dan tersenyum padaku.
"Tapi aku yakin jodohku itu kamu!" Jawabnya tegas
Dan akhirnya
tawa pun pecah diantara kami.
“Tapi
Alhamdulillah kita bisa melewati semuanya dan sekarang kita bisa bersama”
Lanjutnya
“Iya,
Alhamdulillah. Semoga kita bisa selalu dan terus bersama hingga maut memisahkan”
“Aamiin”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar